Sore itu, aku memandang langit sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang terasa sejuk. Tidak ada suara bising kendaraan, tidak ada polusi udara, tidak ada gedung-gedung pencakar langit.
Yang ada hanya suara tawa anak-anak yang sedang bermain, pemandangan sawah hijau seperti di buku bergambar anak-anak, dan suara jangkrik yang merdu.
Aku membayangkan saat masih anak-anak, bebas bermain tanpa memikirkan masalah yang harus dihadapi saat dewasa.
Tiba-tiba ibu datang memecah lamunanku sambil membawakan kudapan. Aroma rempah-rempah langsung tercium terutama kayu manis. Aku mengambil sepotong, lalu menggigitnya.
Aku teringat pada
old style spiku dari Dneven Spiku yang aku bawa sebagai oleh-oleh dari Surabaya sangat disukai oleh ibuku.
Ibu duduk di sebelahku sambil bercerita tentang mendiang nenek yang mengajarinya membuat kue. Tentu saja ini salah satu alasan kenapa ibu sangat menyukai old style spiku dari Dneven Spiku.
Aroma rempah-rempah yang khas, ditambah dengan taburan kismis yang manis, disajikan dengan teh hangat buatan ibu.
Ibu terus bercerita tentang pengalaman masa kecilnya bersama nenek, kulihat senyuman di bibirnya.
Tanpa sadar aku pun tersenyum melihat raut wajah bahagia di wajah ibu yang menambah kecantikannya yang tak hilang dimakan usia.
Hari itu, kami bernotalgia di langit senja.